Tag

, , , , ,

Meninggalkan setumpuk kebosanan yang berdesakan memenuhi lemari rutinitas, perjalananku dimulai..
Kapuas telah menanti di ujung daratan, memacu kedua roda penyambung nyawaku melaju di atas genangan hujan, menentang tetesan air langit yang tidak pun mereda. Diawali tantangan, terasa semakin menggelorakan emosi tegarku, kupikir. Pukul 17.04, Agba digiring naik menuju tidur malamnya di atap kelotok, ah sepeda motorku, untuk pertama kalinya akan menginjakkan roda di tana kayong. Sepanjang malam angin bukan berdesir sekenanya, melainkan dengan kencang mengibarkan apa saja yang terbentang. Hari hujan. Langit malam berornamen petir, bukan bintang. Namun Kapuas tetap tenang. Tidurku lelap.

Kapuas

Kapuas

Subuh belum terasa dingin ketika terjaga di bawah helaian kain yang menghangatkan, sahabatku merelakan selimutnya untukku. Kapal berlabuh, saatnya melanjutkan perjalanan. Tiga jam menuju tanah tujuan. Hujan kemarin ternyata tidak hanya membasahi tempatku memulai perjalanan, tetapi juga mendekati akhir tujuan persinggahanku. Tanah merah bercampur genangan air sedikit menyulitkan kontrol kendaraku di fajar yang belum merona. Ketika kulalui jalan licin terakhir, ketika itu pula hamparan keindahan alam menyambutku. Persawahan berlatar belakang bukit berumput selalu sangat mengagumkan. Ditambah nuansa awan yang masih menggantung di kaki-kakinya. Subhanallah.

Pukul 08.00 tepat kedatangan kami disambut kehangatan keluarga salah seorang teman. Nenek menyapa kami bak kawan lama yang baru saja bertemu kembali. Mak usu*) tidak menunggu sedetik pun untuk membuatkan minuman hangat sebagai penyeimbang suhu tubuh kami yang kedinginan. Pak Ucu dan Pak Ngah sibuk menata sepeda motor kami agar tidak tergenang air. Ya, air pasang sedang dijadwalkan mencicipi daratan di pagi hari. Dan owh, di balik jendela, tidak jauh mata memandang, hamparan pantai mengundang decak kagum siapapun. Mimpi menikmati pantai hanya dari jendela rumah sekarang nyata di depan mata. Subhanallah, lelahku terabaikan.

Pantai di Belakang Rumah Nenek

Pantai di Belakang Rumah Nenek

Asyik bercengkerama melupakan waktu yang ternyata tak berhenti berdetak. Sebelum menikmati santapan siang yang segera dihidangkan Mak Usu, kami bergiliran membersihkan sisa lelah yang menempel di tubuh, menyegarkan diri dengan guyuran air gunung yang tak berhenti mengalir. Perjalanan semalam ternyata mampu meledakkan nafsu makan, hampir habis semua lauk pauk yang tersaji. Subhanallah, sungguh nikmat.

Sore tiba, hujan agak rintik, namun keinginan untuk menikmati senja di pantai membuat rinai seumpama kabut tipis. Tidak lebih dari 200 meter, telapak kaki segera menjejak di pasir pantai, tidak ada siapapun disana kecuali kami. Pulau di seberang pantai seakan mengejek kami untuk menghampirinya, ah sayang air tidak surut, cukup mengerikan bagi kami (saya) yang tidak pandai mengecipakkan kaki di dalam air. Cukuplah pemandangan sore waktu itu, cukup untuk membuktikan keindahan alam ciptaan Sang Maha Kuasa, cukup untuk mengingatkan diri agar senantiasa bersyukur atas pemberian nikmat hayati yang tak terukur nilainya, cukup untuk menghentikan kesombongan atas diri yang kerapkali diliputi kealpaan, cukup untuk mengerti ketenangan yang diciptakan untuk memahami makna hidup. Beautifully Kayong..

Pulau di Seberang

Pulau di Seberang

*) Mak Usu : sebutan untuk tante / bibi termuda.
Pak Ucu : sebutan untuk paman bungsu.
Pak Ngah : sebutan untuk paman yang lebih tua dari paman bungsu, dan lebih muda dari paman tertua.

Pantai Datok

Pantai Datok di Kabupaten Kayong Utara

Kami di tengah gerimis di Pantai Datok

Kami di tengah gerimis di Pantai Datok