Tag

,

laskar.jpgpemimpi.jpgedensor.jpgkarpov.jpg

Sudah banyak memang tulisan-tulisan bahkan acara-acara yang membahas buku ini, terlihat basi, mungkin iya, tetapi mendengar beberapa orang teman yang penasaran karena belum membacanya dan berkeinginan kuat untuk membacanya, saya jadi tertarik untuk menuliskan kembali apa yang saya rasakan saat pertama kali menyimak tulisan seorang Andrea Hirata.

Setahun lebih yang lalu, mbak Uut membaca sebuah artikel mengenai Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi di sebuah koran nasional yang waktu itu masih menjadi langganan kami setiap hari Sabtu dan Minggu. Artikel yang bukan terletak di halaman resensi buku itu menarik perhatiannya yang memang selalu ngiler bila melihat buku-buku unik, beralur dan penuh makna. Puitis bermutu, begitulah yang sekilas tertangkap di benak ketika mengeja judul buku tersebut, dan saya sangat setuju.

Penasaran dengan Laskar Pelangi, seisi Gramedia yang waktu itu belum lama meresmikan lokasi barunya di Ayani Megamal pun ditelusuri, tapi tak ada satupun buku berlatar merah pink dan hitam itu ditemui. Beberapa hari setelahnya, hal yang sama dilakukan kembali, menelusuri setiap lorong buku. Sampai beberapa minggu sesudahnya barulah senyum mbak Ut kembali sumringah, belasan buku Laskar Pelangi terpampang di antara buku-buku novel Indonesia lainnya, tanpa pikir panjang pastilah langsung dibelinya satu buku di tumpukan teratas.

Beberapa hari setelahnya, ketika kembali mensortir koleksi buku-buku baru di toko buku tercinta, iseng-iseng melirik tumpukan buku Laskar Pelangi sambil membatin “sekarang jumlah bukunya tinggal berapa ya?”, tetapi ternyata tidak ada satu orang pengunjung pun yang membeli Laskar Pelangi setelah tangan mbak Ut kemarin, kenyataan yang sama masih terulang setelah beberapa kali kedatangan kami berikutnya, sampai-sampai terbersit dalam benak “Orang-orang pada ga tau ya kalo ni buku bagus banget?”, hehehe…

Setelah Laskar Pelangi di tangan, tanpa ba..bi..bu.. mbak Ut tak bergeming dari singgasananya, begitulah ketika beliau terlalu asyik membaca sebuah buku. Saya sendiri, yang waktu itu belum kesempatan membaca, terus menerus diuber mbak Ut supaya segera membaca keseluruhan isi buku, yah, dengan tujuan agar bisa bersama-sama membahas isi buku, kebiasaan kami setiap kali menyelesaikan membaca sebuah buku, dan sangat tidak menyenangkan jika berdiskusi dengan orang yang belum membaca buku tersebut secara tuntas dan detail.

Setelah mempunyai cukup waktu luang, saya pun segera ikut membaca novel yang cenderung berbahasa sastra ilmiah tersebut. Hal pertama yang membuat saya tertarik adalah gaya bahasanya, selalu menjadi prioritas utama setiap kali saya memulai membaca buku, karna hal ini akan menentukan apakah saya akan melanjutkan membaca sampai selesai atau akan berhenti di tengah jalan. Gaya bahasanya menarik, simpel dan sangat terkesan pintar.

Pintar..yah, itulah salah satu point tertinggi yang saya berikan terhadap pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Karena efek “pintar” itu pulalah yang menjadi alasan saya memilih Lintang sebagai tokoh favorit dalam kisah yang berawal dari hari pertama masuk sekolah yang cukup menegangkan dan mengharukan ini.

Semua rasa simpati, haru, sampai gelak tawa lengkap terabsen dalam satu buku pertama dari ketiga tetralogi selanjutnya. Saat adegan yang paling menggelikan pasti terungkap dalam tawa, tidak hanya bersembunyi di dalam hati dan pikiran pembaca. Demikian pula saat mengharukan, tanpa anda sadari air mata akan menetes dengan sendirinya dari pelupuk mata.

Inilah novel terbaik anak bangsa! baik dari segi bahasa, cara penyampaian, sampai makna dan pesan yang terkandung di dalamnya, bahkan pelestarian adat budaya yang secara tersirat dikemas apik oleh bung Andrea Hirata patut mendapat empat acungan jempol. Beberapa kali saya sempat sangsi apakah cerita ini adalah benar-benar kisah nyata?? sampai saya lihat sendiri Ibu Muslimah tersenyum di layar televisi, bahkan berulang kalipun menontonnya tetap saja bulu kuduk saya berdiri menahan haru dalam dada.

That’s really fantastic! Tinggal menunggu karya terakhir, Maryamah Karpov, dan versi movie-nya yang disutradarai oleh Riri Riza *pengen lihat aksi para anggota Laskar Pelangi yang kesetanan akibat buah ajaib idenya Mahar, huehehe..*